-->

Iklan

Iklan

PARADOKS; SARJANA YA HARUS NGANGGUR

NEWSPORTAL.ID
Selasa, 31 Januari 2017, Januari 31, 2017 WIB Last Updated 2017-11-07T14:37:20Z
Oleh: Bahren Nurdin, MA

Tulislah ‘sarjana pengangguran’ sebagai kata kunci di google. Apa yang keluar? Inilah beberapa judul berita yang muncul. 400.000 lulusan sarjana S1 Menganggur. Toga Sarjana Dilepas, Selamat Datang ‘Pengangguran’ Baru. 7,5 Jata Pengangguran Banyak Bertitel Sarjana. Sarjana Pengangguran Terus Bertambah. Angka Pengangguran Sarjana Meningkat Drastis. Dan seterusnya, bisa anda telusuri sendiri. Apa kesempulan yang dapat anda tarik dari judul-judul tersebut? Telah jamak kita mendengar “buat apa sarjana, kalau untuk menganggur”. “Susah-susah kuliah, kok nganggur?”

Saya ingin membangun sebuah paradoks, ‘sarjana ya harusnya nganggur’. Tidak mudah mendiskusikan hal ini. Nampaknya sepele tapi sesungguhnya tidak mudah untuk dipahami. Maka melalui artikel ini saya ingin sedikit ‘mengurai’ pola pikir tentang pengangguran khsusnya bagi para pemegang titel sarjana.

Paradoks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online di definisikan sebagai pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks. Jadi pernyataan saya bahwa ‘sarjana itu seharusnya menganggur’ adalah sebuah paradoks karena pemahaman umum bahwa sarjana itu tidak boleh menganggur. Sarjana itu HARUS BERKEJA! Masak harus menganggur? Pernyataan ini seolah-olah bertentangan dengan kehendak umum tetapi sesungguhnya memiliki kebenaran. Cak Lontong! Bukan.

Begini, kita mulai dari konsep ‘bekerja’. Apa konsep bekerja yang kita pahami selama ini? Ada yang bertanya,  “Si A sudah wisuda ya? Selamat ya. Kerja apa sekarang?” Ibunya si A menjawab “Ah..belum kerja, jualan kecil-kecilan”. ‘Belum kerja”, “ cuma jualan” dianggap tidak kerja. Jadi yang disebut kerja itu apa? Ternyata pemahaman yang dibangun selama ini bekerja itu ‘bekerja untuk orang lain (perusahaan) yang kemudain digaji. Bekerja sama dengan makan gaji. Padahal tanpa disadari, makan gaji itu juga jualan. Jualan tenaga dan waktu. Artinya, tenaga dan waktu yang ia punya ditukar dengan sejumlah rupiah. Jualan dapat duit. Makan gaji dapat duit. Kok jualan dianggap gak kerja? Gagal paham.

Merubah Paradigma
Jika begitu tantangan besar untuk menanggapi hal ini adalah merubah paradigma. Apa yang harus dirubah? Pemahaman konsep bekerja yang dipahami oleh masyarakat saat ini. Ini sangat penting karena dampaknya sangat besar. Contoh, ada seorang sarjana pertanian yang sukses mengolah lahan pertanian dan kemudian hasilnya dipasarkan hingga swalayan-swalayan dengan penghasilan besar, tidak dianggap ‘bekerja’. Sarjana Ekonomi yang berhasil berdagang kelontongan tidak dianggap ‘bekerja’. Sarjana Pendidikan yang buka bimbingan belajar, dianggap belum ‘bekerja’. Sekali lagi, dianggap bekerja itu jika diupah. Dampaknya, job fair membeludak!

Seharusnya tidak demikian! Paradigma yang harus dibangun di tengah masyarakat saat ini adalah “Sarjana kok mau digaji?”, “Buat apa kuliah kalo cuma jadi pesuruh!”, “Sarjana ya mandiri!”. Pola pikir semacam inilah yang harus dibangun sehingga tidak muncul lagi pertanyaan ‘sudah kerja belum?’ kepada para sarjana-sarjana di Indonesia. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah ‘bergerak di bidang apa sekarang?’. ‘Sudah berapa omset perbulan?’, ‘Sudah berapa karyawan?’. Sarjanalah penggerak lapangan pekerjaan, bukan pencari kerja. Sarjanalah yang jadi bos, bukan anak buah. Sarjanalah yang mandiri, bukan memperbesar ketergantungan.

Apa korelasi dengan ‘sarjana ya harus nganggur?’ Ya jika para sarjana sudah mampu jadi ‘bos’ alias pencipta lapangan pekerjaan kan tidak bekerja lagi. Bos mana ada ‘kerja’. Maksudnya, mana ada bos makan gaji. Yang ada ggasih gaji.  Kalo tidak kerja itu pengangguran! Jadi, kalo sarjana itu ya harus nganggur, hehehe. Bahasa langitnya, sarjana harus memiliki jiwa entrepreneurship. Tidak nguli.

Akhirnya, ternyata sampai hari ini kita masih terjebak dalam pemaknaan ‘bekerja’. Bekerja itu harus makan gaji. SALAH! Saya hanya khwatir angka-angka statistic pengangguran sarjana yang tampilkan sebegitu besar karena para sarjana yang sukses jualan susu kedelai, sukses jualan martabak, sukses mengolah lahan pertanian, sukses buat bimbel kecil-kecilan, sukses mencipta software computer, sukses buat aplikasi, sukses buka rumah makan, sukses mengelola laoundry, sukses mendirikan koran online, TIDAK DIANGGAP BEKERJA. Rubah! #BN30012017 (wa085266859000)

Komentar

Tampilkan

Terkini