-->

Iklan

Iklan

Reforma Agraria Jalan Ditempat Ribuan Petani Jambi Desak 7 Tuntutan

Redaksi
Kamis, 10 Mei 2018, Mei 10, 2018 WIB Last Updated 2018-05-10T06:32:14Z
Ribuan Petani Tanjab Barat Demo Di Kantor Gubernur (9/5/2018)

NEWSPORTAL.ID - Pemerintah saat ini telah menempatkan Reforma Agraria sebagai prioritas nasional, Kebijakan pelaksanaan Reforma Agraria yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018. Tanah seluas 9 juta hektar menjadi objek redistribusi tanah dan legalisasi aset dalam kerangka kebijakan reforma agraria.

Namun, Reforma agraria yang digadang-gadang pemerintah nyatanya ditingkat lapangan hanya jalan di tempat karena dianggap tidak menyasar lokasi yang memiliki ketimpangan agraria dan konflik yang berkepanjangan sebab yang diklaim pemerintah saat ini hanya sekedar bagi-bagi sertifikat tanpa merubah ketimpangan penguasaan tanah yang terjadi.

Demikian dikatakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi melalui rilis resminya (9/5/2018).

Di tengah mandek dan biasnya pelaksanaaan reforma agraria tersebut, lanjut KPA, Perampasan dan kriminalisasi petani justru semakin marak.

Dalam tahun 2017 saja KPA mencatat sedikitnya telah terjadi 659 konflik agraria di berbagai wilayah dan provinsi di tanah air dengan luasan 520.491,87 hektar.

Konflik-konflik tersebut melibatkan 652.738 Kepala Keluarga (KK) dan jika dibanding tahun 2016 angka tersebut menunjukkan kenaikan yang siginifikan (hingga 50%) yang secara umum jika dirata-ratakan perharinya ada dua konflik agraria yang terjadi.

Mengenai jumlah korban, Sepanjang tahun 2017 ada 13 warga yg tewas dan 6 yg tertembak. Kemudian 612 warga tercatat korban kekerasan yg mana dari jumlah tersebut sebanyak 369 diantaranya malah ditahan (kriminalisasi) yang terdiri dari 351 laki-laki dan 18 orang perempuan serta 224 orang dianiaya (170 laki-laki dan 54 perempuan).

“Semakin kacaunya situasi agraria secara nasional menjadikan KPA mengkritisi pelaksanaan Reforma Agraria pemerintah dengan memberikan konsep tanding berupa usulan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Sebanyak 404 lokasi seluas 632.595 Ha dengan 136.833 KK secara resmi kepada suruh Kementerian/Lembaga terkait. Termasuk di dalamnya LPRA seluas 15.000 hektar dari 20 lokasi se-Provinsi Jambi yang diusulkan petani di Jambi. Dari banyaknya lokasi yang diusulkan petani itu hingga saat ini tidak ada satupun lokasi yang terselesaikan konfliknya.”ujar Frans Dodi, KPA Wilayah Jambi.

Menurutnya, Salah satu contoh LPRA yang diusulkan untuk wilayah Jambi adalah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Sebab, Pada tahun 2017 Bupati Kabupaten Tanjung Jabung Barat menyampaikan bahwa terdapat SK Menteri LHK No.727/Menhut-II/2012 jo SK No.690/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2017 yang menyatakan bahwa dari kedua SK tersebut, tanah seluas 4200 hektar diperuntukkan kepada Koptan Sawit Ketalu. Padahal lahan tersebut telah digarap oleh petani desa Sungai Rotan, Sungai Paur, Lampisi dan Cinta Damai dilepaskan dari kawasan hutan.

Sedangkan fakta di lapangan lokasi yang dimaksud adalah Desa Definitif berdasarkan Perda Kab.Tanjung Jabung Barat No. 8 Tahun 2008 jo PerdaNo. 20 Tahun 2011 tentang pembentukan Desa Sungai Paur dan Desa Tanah Tumbuh,Desa Lampisi, dan Desa Cinta damai sedangkan Desa Sungai Rotan merupakan kampung tua, Di dalam desa-desa tersebut sudah terdapat pemukiman, tanah pertanian hingga fasilitas umum dan sosial.

Permasalahan selain itu adalah surat keputusan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Tanjung Jabung Barat Nomor 518/115/Dkukm/2012, Yang menyatakan Koptan Sawit Ketalu merupakan koperasi yang menyandang status DIBEKUKAN, Artinya koperasi tersebut tidak sah sebagai subjek hukum penerima tanah pelepasan kawasan hutan.

“Ketika pemerintah tidak segera melakukan revisi SK Menteri LHK,maka akan menyebabkan 1030 Kepala Keluarga petani kehilangan mata pencarian, 830 Pelajar dipastikan putus sekolah karena tidak ada biaya, 412 balita tidak bisa mendapatkan gizi yang baik.”tutur Dodi memaparkan.

Berdasarkan permasalahan itu lanjut Dodi, KPA Wilayah Jambi ( KPA-Jambi ) beserta Serikat Petani Bersatu Tanjung Jabung Barat (SPB-Tanjab barat ), Serikat Tani Tebo (STT), Persatuan Petani Jambi (PPJ) dan Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi(LMND) menyampaikan 7 tuntutan kepada pemerintah.

1. Pemerintah Provinsi Jambi segera melaksanakan reforma agraria yang sesuai dengan Sila ke-5 Pancasila, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, UUPA 1960 dan TAP MPR No.IX Tahun 2001 tentang PA-PSDA, yakni reforma agraria yang bertujuan merombak ketimpangan struktur agraria, menyelesaikan konflik dan meningkatkan derajat kehidupan rakyat.

2. Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap Pemerintah Desa Sungai Rotan,Desa Lampisi,Desa Cinta Damai,dan Desa Sungai Rotan dan Serikat Tani yang memperjuangkan Hak Atas Tanahnya

3. Stop Monopoli Tanah dan Segera Laksanakan Reforma Agraria Sejati

4. Menteri KLHK segera merevisi SK. No.690/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2017 agar Peruntukan Lahan seluas 4200 Hektar dalam SK tersebut menjadi untuk Masyarakat Desa Cinta Damai, Desa Lampisi, Desa Sungai Rotan, Desa Sungai Paur.

5. Pemerintah segera memberikan Pengakuan Hak kepada Masyarakat Desa Cinta Damai, Desa Lampisi, Desa Sungai Rotan, Desa Sungai Paur Lahan seluas 4200 Hektar tersebut.

6. Hentikan Intimidasi dan Kriminalisasi terhadap Petani, Buruh, Mahasiswa dan Aktivis yang memperjuangkan Reforma Agraria.

7. Usut tuntas Koperasi Tani Sawit Ketalu yang menyerobot lahan Petani Desa Cinta Damai, Desa Lampisi, Desa Sungai Rotan, Desa Sungai Paur.

Tujuh tuntutan diatas, menurut Dodi, sudah mereka sampaikan kepada pemerintah melalui aksi damai bersama ribuan petani dan mahasiswa kemarin, Rabu (9/5) siang di kantor gubernur jambi (P03)


Berita Selanjutnya :

Komentar

Tampilkan

Terkini