-->

Iklan

Iklan

Jadi Pemimpin, Pahami Adat Melayu Jambi Kabupaten Tebo

NEWSPORTAL.ID
Rabu, 23 Maret 2016, Maret 23, 2016 WIB Last Updated 2017-11-07T14:38:58Z
Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi (Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo

Memanasnya situasi politik di Indonesia tidak jarang menimbulkan pergesekan dan perdebatan di kalangan masyarakat hingga mengerucut pada asal usul pemimpin tersebut, bahkan isu SARA. Nilai – nilai luhur yang telah diwariskan oleh masyarakat Adat Melayu Jambi seharusnya menjadi salah satu acuan bagi seorang pemimpin maupun masyarakat untuk menilai para pemimpinnya.

Krisis kepemimpinan di Indonesia pada saat ini dengan tepat dapat digambarkan dalam sebuah seloko adat Melayu Jambi “Pagar Makan Tanaman” (orang yang dipercaya, yang sebenarnya harus menjaga dan memelihara malah sebaliknya merusak). Pemimpin di Indonesia sering kali lupa dengan tujuan mulia Founding Fathers yakni masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Mereka juga lupa dengan janji-janji yang pernah diucapkan saat kampanye seperti tergambar dalam seloko adat “Titian Galing Dalam Negeri”.

Parahnya, dalam berkampanye seringkali melanggar syarat – syarat untuk menjadi pemimpin sesuai dengan pandangan adat yaitu “Burung Kecik Ciliang Mato” (Mencatat kesalahan orang lain namun tidak berbuat untuk merubah sesuatu). Sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan pergesekan di bawah yang terlukiskan dalam seloko adat “Malin Idak Sekitab” (ulama sudah tidak lagi sependapat dalam memutuskan suatu hukum)

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis ingin menggali lebih jauh persoalan krisis kepemimpinan di negeri ini berdasarkannya pada local wisdom adat Melayu Jambi. Dikarenakan, masyarakat merindukan pemimpin yang bijaksana yang menjaga martabat diri dan negeri, menjaga agama dan hukum syar’a agar dipatuhi oleh masyarakat, serta menjaga penerus bangsa agar tidak berbuat kesalahan.

Selain itu, dalam menjalankan amanat rakyat hendaklah pemerintah menerapkan sebaik mungkin sinergi antara pusat hingga daerah maupun sebaliknya. Seorang pemimpin harus dapat memposisikan dan memahami tanggungjawabnya yaitu “Pemimpin itu hendaknya ibarat sebatang pohon, batangnyo besak tempat besandar, daunnya rimbun tempat belindung ketiko hujan, tempat beteduh ketiko panas, akarnya besak tempat besilo, pegi tempat betanyo, balik tempat babarito”.

Sementara itu, pemimpin juga dituntut mampu untuk menemukan orang – orang terbaik karena sebagai suatu imperatif moral, membantu pemimpin untuk mengarahkan kehidupan yang lebih baik bagi mereka sendiri dan orang lainnya. Hal itu tercantum pada Seloko Adat “Nan buto pengembus lesung, nan pekak peletus bedil, nan lumpuh penunggu rumah, nan patah pengejut ayam, nan pandai tempat baguru, nan tau tempat batanyo, nan elok pelanta duneh, nan kayo pelepas sesak, nan bakain babaju penudung miang”.

Dalam menyikapi sebuah permasalahan pemimpin mampu mengambil suatu pemahaman yang toleran serta para pemimpin harus membuat banyak keputusan yang sulit, mulai dari mengorientasikan kembali strategi organisasi dan proposisi nilai dasar.

Pemimpin tidak berusaha untuk menghindari keputusan-keputusan sulit. Namun, Para pemimpin secara konsisten mengerjakan perkara yang benar dan mengerjakan perkara yang benar untuk bersama. “Rajo adil, rajo disembah, rajo zalim, rajo disanggah” (Raja adil, raja disembah, raja zalim, raja disanggah) dan “Kalo bulat dapat digulingkan, pipih dapat dilayangkan, putih bekeadaan, merah dapat ditengok, panjang dapat diukur, berat dapat ditimbang” (Bulat dapat digulingkan, pipih dapat diterbangkan, putih murni, merah dapat dilihat, panjang dapat diukur, berat dapat ditimbang).

Disamping itu, apabila timbul permasalahan agar dapat diselesaikan dengan cara-cara kreatif bagi orang-orang untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka dengan aksi-aksi dari sebagian pemimpin mereka. Proses pengembangan mekanisme-mekanisme perbedaan pendapat ini akan berbeda dalam setiap organisasi, tipe kepemimpinan, dan budaya, namun merupakan suatu tugas kepemimpinan yang krusial untuk penciptaan nilai yang baik di masyarakat.

Apabila dalam masalah negeri selalu disalahkan adalah pemerintah maka masyarakat juga dituntut agar lebih jeli dalam memilih pemimpinnya dengan memperhatikan background dan etikanya. Sehingga tidak melahirkan pemimpin Ujung Tanjung (Penjilat), Ayam Gedang (Banyak bicara), Buluh Bambu (tidak berilmu), Ketuk – Ketuk (Tidak berani), Busuk Haring (Licik), Pisak Celano (Tergoda wanita), Tupai Tuo (Minder).

Nilai – nilai luhur masyarakat Melayu Jambi di Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung tentang kepemimpinan seharusnya diaplikasikan dan dipelajari oleh seluruh kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, generasi penerus perlu menjunjung tinggi Cupak dan Gantang, menjunjung aturan Nan Ico Pakai seperti dituangkan dalam seloko “Sedekuk bak batu dipulau, Sedencing bak besi dipalu, Seilun bak kuwau lanting, Tudung menudung bak daun sirih, Jahit menjahit bak daun petai”.


Biodata Penulis :

Nama : Slamet Setya Budi
Ttl : Rimbo Bujang, 19 Juni 1993
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl. Mahoni Rt 33 Ds. Tirta Kencana Kecamatan Rimbo Bujang

Riwayat Pendidikan
SDN 177/VIII Ds Tirta Kencana (2005)
SMPN 13 TEBO (2008)
SMAN 11 TEBO (2011)
Universitas Muara Bungo (Sekarang)

Riwayat Organisasi
Sekretaris UKM – SENI Universitas Muara Bungo 2013 – 2014
Ketua Umum Forum Mahasiswa Tebo (FORMAT) 2013 - 2014
Sekretaris dan Kepala Markas PMI Kabupaten Tebo Masa Bhakti 2013 – 2018
Anggota Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Indonesia (IKAMABSII) 2015 - Sekarang
Komentar

Tampilkan

Terkini