-->

Iklan

Iklan

Problema Fatwa “Selamat Natal”

NEWSPORTAL.ID
Senin, 26 Desember 2016, Desember 26, 2016 WIB Last Updated 2017-11-07T14:37:35Z
PORTALTEBO.com- Dalam minggu ini heboh dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa haram bagi umat Islam Indonesia mengucapkan “Selamat Natal” kepada para umat Kristiani. Kerena bagi pendapat mereka, dengan mengucapkan “Selamat Natal” berarti kita mengakui keberadaan Tuhan mereka dan kita mengakui bahwa ada Tuhan selain Allah SWT.

Bertolak belakang dengan Negara tetangga yang juga mayoritas Islam yaitu Malaysia, kepala agama “negeri jiran” itu memperbolehkan bagi umat muslim mengucapkan “Selamat Natal” kepada Non-Muslim. Belum lagi perbedaan pendapat dikalangan ulama kontemporer Indonesia seperti NU, Muhammadiyah dsb. Para ulama terkemuka di Timur Tengah seperti Ibnu Taimiyah atau Ibnu Qayyim Al-Jauziah, di Mesir Syaikh Muhammad Syaltout, atau pendapat Imam Salim Chisti. ada yang memperbolehkan tidak sedikit pula yang melarang (haram).

Di Negara-Negara mayoritas pun seperti Mesir, Pakistan, Qatar, Turki dan banyak yang lainnya malah mereka memperbolehkan serta tidak tanggung-tanggung ulama dan Kepala Negaranya sendiri yang mengucapkan “Selamat Natal”.

Melihat dinamika simpang siur perbedaan pendapat ini seketika itu ngos-ngosan nafas saya, panas dingin dan mengerenyit dahi dibuatnya bila para ulama berbeda fatwa. Kalau anak muda sekarang bilang saya ini sedang “galau”. Orang kampung kami bilang “legau”, tapi seringkali disebut “malangau”. Hehehe

Pertanyaan mendasar bagi kaum muslim awam (termasuk saya) fatwa mana yang harus kita ikuti? Benarkah hanya dengan kita mengucapkan “Selamat Natal” saja kita akan menjadi kafir? Kita menjadi musyrik? Risih saya dengan fatwa-fatwa ini. Masa dikit-dikit teologi, dikit-dikit langsung keteologi, keteologi kok cuma sedikit. Hehehe

Bagi saya sederhananya begini, sepanjang kita mengucapkan “Selamat Natal” bertujuan mengikat tali persaudaraan, menghargai dan menghormati sesama manusia antar umat beragama, saya pikir boleh.

Masalahnya hanya tergantung pada niat dalam hati. Sepanjang niatnya kepada apa yang saya sebutkan diatas, diperbolehkan. Karena urusan kafir atau tidak kafirnya seorang hamba, musyrik atau tidak musyriknya kita, bukankah Allah SWT maha tahu, bukankan dia yang mengusai isi hati.

Kita tidak bisa hanya mengacu kepada satu dalil saja. Dimasa Nabi Muhammad SAW misalnya ada Yahudi berlindung kepada kaum muslimin, atau seorang pedeta taat yang menumpang ibadah di Mesjid diperbolehkan oleh Rasulullah, seperti keadalian yang tegakkan oleh Umar Bin Khattab tanpa pandang agama dan suku, dan banyak yang lainnya. Ini petunjuk bahwa pentingnya toleransi, pentingnya menjalin hubungan baik dan menghormati bagi sesama umat antar agama. Atau bila kita mengacu kepada dalil “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi kaum tersebut” sangat bertolak belakang pada kenyataan.

Dalam fakta sejarah kita tidak bisa menafikkan bahwa sedikit banyak tradisi serta kebudayaan yahudi dan kristen menjadi referensi cara hidup dan cara pandang agama kita.

Cadar, sunat, hijab adalah tradisi agama Yudaisme dan Kristiani yang sudah dilakukan oleh bangsa Yahudi (bani israil) dan umat Nasrani jauh sebelum islam turun kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Maka bercadar jadi Yahudi, maka disunat jadi Yahudi, maka berhijab jadi Kristen.
Untuk itu, Berdasarkan penjabaran-penjabaran saya diatas, jangan kita ragu bahwa mengucapkan “Selamat Natal” diperbolehkan bagi siapapun kaum muslimin dan hukumnya tidak haram.

Pengucapan “Selamat Natal” sebagai bentuk kebaikan, cinta dan kasih sayang yang menjadi ruh agama Islam terhadap umat non-Muslim.

Islam Nusantara adalah Islam Indonesia, Islam dalam pemahamannya bahwa kita bukan islamnya Yaman, Mesir, Arab, dan Islamnya Timur Tengah. Tapi Islam Indonesia yang lahir ditengah-tengah perbedaan agama, budaya, suku, dan bangsa-bangsa. Islam yang menghargai dan menghormati hak-hak agama lain. Islam agama baru yang datang sebagai tamu terhormat, yang siap menerima semua perbedaan dan selalu menjaga keseimbangan menuju peradaban.

Salam Damai, Salam Silaturrahmi, Salam Toleransi.

Semoga Bermanfaat. Wassalam...
Sarolangun, 26 Desember 2016
Penulis, Arsanur Rahman, S.Pd.I, M.Pd
Komentar

Tampilkan

Terkini