Kearifian Di Suku Ini Mampu Bikin Hidup Damai dan Tentram

Daftar Isi
NEWSPORTAL.IDJika terjadi kasus pencurian penanganannya diselesaikan secara adat.
Tetua atau pemangku adat bertindak sebagai penengah.

Yang menarik, Tidak ada aturan tertulis tentang hukuman bagi pencuri dalam sistem hukum adat di Suku ini. Jika pencurian terjadi hukumannya berupa sanksi pengucilan atau cemoohan tapi itu cenderung kecil (Jarang atau jarang sekali).

Meski hukumannya terlihat ringan, Terbukti, Dalam catatan kepolisian Pasuruan, Kecamatan Tosari yang dihuni oleh Suku Tengger merupakan kawasan dengan angka kejahatan terendah.

Sebab, Mereka percaya adanya karma yang dikenal dengan istilah walat.  Singkatnya, di Tengger nyaris tak pernah ada kasus tersebut.

Suku yang mendiami kawasan wisata Gunung Bromo ini secara administratif berada dalam wilayah Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang, Provinsi Jawa Timur.

Dalam kehidupan sehari-hari perilaku masyarakatnya diatur oleh ketentuan adat yang berfungsi sebagai sistem pengendalian sosial di masyarakat.


Peneliti Robert W.Hefner menyebut, Suku ini memiliki kepekaan sosial dan moral yang luar biasa. 

Kepekaan itu mucul karena kesetiaan warga Tengger terhadap adat leluhurnya.  Untuk mencapai kehidupan yang tenteram mereka mematuhi larangan yang dikenal dengan malima (lima ’ma’).

Yaitu maling (mencuri), main (judi), madat (mengonsumsi narkoba), minum (mengonsumsi minuman keras/mabuk-mabukan) dan madon (main perempuan/ pelacur).

Kemudian untuk meningkatkan kesejahteraannya mereka berpedoman dengan walima, ysitu waras (sehat), wareg (cukup makan), wastra (cukup sandang), wisma (memiliki rumah) dan wasis (bijaksana).

Faktor rendahnya kejahatan di Suku Tengger dipicu oleh ketaatan dalam menjalankan konsep yang mendasari hubungan tiga arah.

Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, Hubungan manusia dengan manusia dan Hubungan manusia dengan lingkungan/alam.

Hubungan manusia dengan Tuhan terdapat dalam konsep Tri Sandya yaitu karma pahala dan hukum tumimbal lahir

Tri Sandya diaplikasikan dengan melakukan sembahyang tiga kali sehari (pagi, sore dan malam). Karma pahala menyatakan bahwa hidup atau nasib manusia tergantung dari pahalanya.

Sedangkan hukum tumimbal lahir adalah hukum hidup yang harus dipatuhi yaitu : 

“Sapa nandur kebecikan bakal ngundhuh kabecikan. Sapa nandur barang ora becik bakal ngundhuh kacilaka” 

Artinya, Siapa yang berbuat baik akan mendapat balasan kebaikan dan siapa yang berbuat jahat akan mendapat balasan kejahatan.


Selanjutnya untuk hubungan manusia dengan manusia suku ini berpedoman sesanti pancasetya (sumpah lima setia).

Yaitu setya budaya (menaati budaya), setya wacana (satunya kata dengan perbuatan), setya semaya (menepati janji), setya laksana (bertangung jawab) dan setya mitra (setia kawan).

Hubungan dengan lingkungan tercermin dalam sikap hidup yang menganggap (air, tanah, hutan, tegalan) sebagai sumbere panguripan (sumber kehidupan).

Masih terdapat kepercayaan bahwa tanah atau pekarangan “angker” sehingga bersikap tidak boleh sembarang menebang pohon dan muncul slogan yang berbunyi,

“Tebang satu tanam dua.” Artinya jika masyarakat menebang satu pohon maka dia harus menanam minimal dua pohon yang jenisnya sama.

Sikap hidup Suku Tengger yang penting lainnya adalah tata tentrem (tidak banyak risiko), ojo jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun-temurun.

Sistem penguasaan dan kepemilikan tanah mereka mengikuti ketentuan adat. Berlaku larangan atau pantangan terhadap penjualan tanah di luar masyarakatnya.

Biasanya penjualan tanah atau tanah warisan diutamakan ke keluarga dekat.  Tanah yang dimiliki masyarakat suku ini umumnya diperoleh dari hasil warisan orang tua mereka.

Sistem pembagian tanah warisan juga masih dipertahankan dengan ketentuan pembagian sama rata antara anak laki-laki maupun perempuan.

Kehidupan yang menyesuaikan dengan lingkungan dan keyakinan terhadap aturan leluhur inilah yang membuat Suku Tengger menyatu dengan alam dan hidup penuh kedamaian (P03).


( Komisi Pemberantasan Korupsi )
Suku Tengger : 
Alam, Tuhan dan Manusia dalam Harmoni
Image NET