NEWSPORTAL.ID, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat, 22 Desember 2017 kembali
menunjukkan ketegasannya terhadap korporasi penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan
(Karhutla).
Melalui
gugatan perdata yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jambi pada tanggal 14
Desember 2016, Menteri LHK menggugat PT. Ricky Kurniawan Kertapersada (PT.RKK)
atas kejadian Karhutla yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tersebut.
Ketegasan
penegakan hukum pada PT.RKK awalnya sempat ditolak Pengadilan Negeri Jambi pada
tanggal 12 Juni 2017 lalu.
Namun
Menteri LHK mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jambi hingga akhirnya
pada tanggal 21 Desember 2017, dinyatakan PT.RKK bersalah dan harus membayar
ganti rugi materiil dan biaya pemulihan ekologis sebesar Rp 191.804.261.700.
Dirjen
Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa penegakan hukum bagi
korporasi yang terlibat Karhutla, baik secara administrasi, pidana, maupun
perdata, merupakan wujud komitmen nyata pemerintah menindaktegas pelaku
kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.
'Ini
bentuk komitmen dan konsistensi Menteri LHK Siti Nurbaya, terhadap pelaku
kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk yang dilakukan oleh korporasi,'
ujar Rasio Ridho dalam rilisnya pada media, Jumat (22/12/2017).
Ia
berharap keputusan PT Jambi ini dapat memberikan efek jera bagi perusak
lingkungan dan kawasan hutan, khususnya pembakar hutan dan lahan. Ridho juga
optimis semua pihak bisa saling bekerjasama untuk menjaga alam, dan mewujudkan
Indonesia bebas bencana asap.
Sementara
itu. Direktur Penyelesaian Sengketa Ditjen Gakkum KLHK, Jasmin Ragil Utomo
menyampaikan bahwa ada beberapa putusan pengadilan yang telah dimenangkan KLHK
melawan korporasi pelaku Karhutla.
Diantaranya
seperti PT. Kallista Alam, PT. Jatim Jaya Perkasa, PT. Bumi Mekar Hijau, PT.
National Sago Prima, PT. Waringin Agro Jaya, dan PT. Way Musi Agroindah.
Adapun
gugatan Menteri LHK yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht Van
Gewijsde) terkait dengan perusakan lingkungan, total nilai ganti rugi dan biaya
pemulihan, mencapai Rp 16,6 Triliun. Ini menjadi nilai terbesar dalam sejarah
penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
Untuk
mempercepat proses eksekusi ini, Menteri LHK telah membentuk Satuan Tugas
Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan terhadap perkara perdata Lingkungan
Hidup, yang telah mmpunyai kekuatan hukum.
Upaya
ini melibatkan Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan
(PPATK), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (KATR)
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).